LAPORAN PRAKTEK KERJA
LAPANGAN (PKL)
(MinatManajemen)
OLEH:
AMOS PANGKATANA
NPM:12116 5427 140019
PROGRAM
STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA PESISIR
FAKULTAS PERTANIANKEHUTANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS OTTOW GEISSLER PAPUA
JAYAPURA
2017
INVENTARISASI
JENIS LAMUN(SEAGRASS) DI PERAIRAN KAMPUNG
TOBATI DISTRIK JAYAPURA SELATANKOTA JAYAPURA
LAPORAN PRAKTEK KERJA
LAPANGAN
(Minat Manajemen)
OLEH:
AMOS PANGKATANA
|
|
|
Diseminarkan
pada tanggal:
DAFTAR ISI
SAMPUL..................................................................................................
HALAMAN SAMPUL.............................................................................
LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................
DAFTAR ISI............................................................................................
KATA PENGANTAR..............................................................................
DAFTAR TABEL.....................................................................................
DAFTAR GAMBAR................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................
BAB I. PENDAHULUAN......................................................................
A.
Latar
Belakang………………………………..…………………..
B.
Tujuan…………………………….………………………………
C.
Manfaat………………………………….………………………..
D.
Waktu dan Tempat PKL…………………………………………
E.
Pembatasan Masalah……………………………………………..
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................
BAB III. PELAKSANAAN KEGIATAN.................................................
A.
Gambaran Umum Lokasi…………………………..……………
B.
Alat dan Bahan…………………………………………………….
C.
Metode
Pengambilan Data………………………….…………….
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................ .........
BAB V.
Kesimpulan dan Saran…………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………
LAMPIRAN –LAMPIRAN…………………………………………………...
KATA PENGANTAR
Laut merupakan suatu karunia Tuhan yang patut
disyukuri karena memiliki potesi sumberdaya alam yang begitu melimpah yang diberikan
kepada kita umat-Nya. Sehingga patutlah penulis mensyukuri limpahan berkat
tersebut, dan syukur yang sama juga
penulis panjatkan karena atas kasihnya penulis boleh penyelesaikan kegiatan
Praktek Kerja Lapangan (PKL) maupun dapat menyelesaikan laporan ini dengan
baik.
Laporan Praktek Kerja Lapangan yang berjudul “INVENTARISASI JENIS LAMUN (SEAGRASS) DI KAMPUNG TOBATI DISTRIK JAYAPURA SELATAN KOTA JAYAPURA“merupakan
salah satu mata kuliah dalam kurikulum Program Studi Manajemen SumberDaya Pesisir (MSDP) Fakultas Pertanian Kehutanan
dan Kelautan Universitas Ottow Geissler Papua.
Banyak pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
Laporan Praktek Kerja Lapangan ini. Oleh karena itu, rasa hormat dan terima
kasih saya ingin sampaikan kepada:
1.
Ir.Marcela
Ikanubun, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang
telah meluangkan waktu memberikan bimbingannya
hingga selesainya Laporan ini.
2. Semua pihak yang telah
memberikan dukungan dan membantu baik secara langsung maupun tidak langsung
dalam penulisan Laporan Praktek Kerja Lapangan ini. Demikian
Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini dibuat, semoga dapat memberikan
kontribusi bagi yang membacanya.
Jayapura, 10
Agustus 2017
Penulis
DAFTAR
TABEL
Tabel 1.
Tabel 2.
Tabel 3.
Tabel 4.
|
Jenis-jenis lamun yang ada di Indonesia
Alat dan Bahan yang digunakan pada saat Melakukan PKL
Komposisi dan Klasifikasi Lamun di Lokasi Penelitian
Hasil Pengukuran Kualitas Air
|
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Gambar 2.
Gambar 3a.
Gambar 3b.
Gambar 3c.
Gambar 3d.
Gambar 3e.
Gambar 3f.
Gambar 3g.
Gambar 3h.
Gambar 3i.
Gambar 3j .
Gambar 3k.
Gambar 3l.
Gambar 4a.
Gambar 4b.
Gambar 4c.
Gambar 4d.
|
Sketsa Lokasi Praktek Kerja Lapangan (PKL)
Morfologi Lamun
Syringodium
isoetifolium
Halophila
ovalis
Halophila
spinulosa
Halophila
minor
Halophila
decipiens
Halodule
pinifolia
Halodule
uninervis
Thalassodendron
ciliatum
Cymodocea
rotundata
Cymodocea
serrulata
Thalassia
hemprichii
Enhalus acoroides
Enhalus acoroides
Thalassia
hemprichii
Halophila ovalis
Cymodocea rotundata
|
DAFTAR LAMPIRAN
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Indonesia
merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan.
Salah satu komunitas yang ada di perairan pantai adalah komunitas lamun. Lamun adalah
tumbuhan berbunga yang sepenuhnya menyesuaikan diri di dalam air laut. Lamun
hidup di perairan dangkal yang agak berpasir dan sering juga ditemui terumbu
karang. Kadang-kadang lamun membentuk komunitas yang lebat hingga merupakan
padang lamun (Seagrass bed) yang
cukup luas (Nontji, 1993).
Pada umumnya
spesies lamun memiliki morfologi luar yang apabila dilihat secara kasar
memiliki kesamaan atau hampir serupa. Indonesia memiliki hamparan padang lamun
terluar di daerah tropis (Kiswara et al,
1994) dan memiliki 12 sampai 50 spesies lamun yang ada. Tetapi apabila dilihat
dari beragamnya jenis karakter substrat dasar perairan, dapat dapat dikatakan
keragaman lamun di Indonesia tergolong rendah (Tomascik et al, 1997a).
Syarat yang
paling penting untun habitat padang lamun adalah perairan yang dangkal,
memiliki substrat yang lunak dan perairan yang cerah. Syarat yang lain adalah
adanya sirkulasi air yang membawa bahan nutrient dan membawa pergi sisa-sisa
metabolisme (Dahuri et al, 1996).
Salah satu peranan lamun di perairan dangkal sebagai penstabil dasar sedimen,
daun –daun lamun dapat memperlambat arus air dan gelombang sehingga memperbesar
sedimentasi dan menghambat tersuspensinya kembali bahan organik dan anorganik.
Padang lamun
merupakan ekosistem yang bermanfaat,
tetapi di Indonesia pemanfaatanya untuk kebutuhan manusia kurang
dioptimalisasikan, bahkan cenderung dirusak karena kepentingan yang lain.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kerusakan padang lamun antara lain pencemaran
limbah industri, limbah pertanian, pembuangan sampah organik cair, pengerukan
pasir dan reklamasi pantai serta pembabatan secara langsung (Dahuri et al, 1999).
B.
Perumusan Masalah
Lamun di peraian kampung Tobati
mempunyai peran dan fungsi ekologi sehingga potensi sumberdaya perairan di
kampung Tobati yang cukup , namun demikian terdapat juga adanya indikasi
ancaman terhadap ekosistem lamun pada perairan tersebut. Karena adanya hubungan langsung antara masyarakat setempat
yang beraktivitasi pada area lamun tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan
pengumpulan data dan informasi.
C.
Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui struktur komunitas padang lamun diperairan Kampung Tobati Distrik Jayapura Selatan, Kota Jayapura.
D.
Manfaat
Praktek Kerja Lapangan (PKL)
Manfaat yang diharapkan dari Praktek
Kerja Lapangan (PKL) ini adalah :
Ø
Sebagai bahan
informasi dan juga sebagai pangkalan data bagi pemerintah daerah tentang
kondisi lamun yang hidup di perairan
Kampung Tobati Kota Jayapura.
Ø
Mahasiswa
memperoleh pengalaman untuk melakukan penelitian dan penulisan skripsi.
Ø Mahasiswa memperoleh pengalaman yang
berharga, melalui keterlibatan secara langsung dalam menemukan, merumuskan dan
memecahkan suatu permasalahan khususnya dalam bidang kelautan dan perikanan.
E. Pembatasan Masalah
Untuk
menjaga bias intepretasi dari judul ini, maka penulis menganggap perlu untuk
dilakukan pembatasan masalah. Adapun
masalah yang dibatasi kususnya untuk kegiatan identifikasi. Dalam melakukan identifikasi penulis hanya
terfokus pada bagian “morfologi” dari
lamun.
F. Waktu dan Tempat Praktek Kerja Lapangan (PKL)
Kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini berlangsung selama 1 (satu)
bulan yaitu Bulan Juli sampai Agustus 2017, bertempat di Perairan Kampung Tobati Kota Jayapura. Untuk lebih jelas tentang lokasi PKL, dapat
dilihat pada Gambar 1 berikut ini.
Gambar 1. Sketsa Lokasi Praktek Kerja Lapangan (PKL)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Karakteristik dan Mofologi Lamun
Lamun (seagrasses) adalah
tumbuhan berbunga (Angiospermae), yang sudah sepenuhnya menyesuaikan
diri hidup terbenam di dalam laut. Tumbuhan ini mempunyai beberapa sifat yang
memungkinkannya hidup di lingkungan laut, yaitu mampu hidup di media air asin,
mampu berfungsi normal dalam keadaan terbenam, mempunyai sistem perakaran jangkar
yang berkembang baik, mampu melaksanakan penyerbukan dan daur generatif dalam
keadaan terbenam (Den Hartog, 1970 dalam Dahuri, 2003). Lamun mempunyai
perbedaan yang nyata dengan tumbuhan yang hidup terbenam dalam laut lainnya,
seperti makroalgae atau rumput laut (seaweeds). Tumbuhan lamun memiliki
bunga dan buah yang kemudian berkembang menjadi benih (Dahuri, 2003).
Tumbuhan
lamun terdiri dari rhizoma (rimpang), daun, dan akar. Rhizoma merupakan batang
yang terbenam dan merayap secara mendatar, serta berbuku-buku (Gambar 1). Pada
buku-buku tersebut tumbuh batang pendek yang tegak keatas, berdaun dan
berbunga, serta tumbuh akar. Dengan rhizoma dan akar inilah tumbuhan tersebut
menampakan diri dengan kokoh di dasar laut sehingga tahan terhadap hempasan
ombak dan arus. Lamun sebagian besar berumah dua, yaitu dalam satu tumbuhan
hanya ada satu bunga jantan saja atau satu bunga betina saja. Sistem pembiakan
bersifat khas karena mampu melakukan penyerbukan di dalam air dan buahnya juga
terbenam di dalam air (Azkab, 2006 dalam Nainggolan, 2011).
Gambar
2.
Morfologi Lamun
(Sumber: Azkab, 2006 dalam Nainggolan,
2011). (PENJELASAN MORFOLOGI ??)
Lamun secara struktural dan fungsional
memiliki kesamaan dengan tumbuhan (rumput) daratan. Seperti tumbuhan daratan,
lamun dapat dibedakan kedalam morfologi yang tampak seperti daun, tangkai,
akar, dan struktur reproduksi (bunga dan buah). Karena lamun hidup dibawah
permukaan air baik sebagian atau seluruh siklus hidupnya, maka sebagian besar
melakukan penyerbukan di dalam air. Perkembangbiakan lamun secara vegetatif
tergantung pada pertumbuhan dan percabangan rhizoma (Setyobudiandi dkk,
2009).
Akar-akar lamun memiliki beberapa
fungsi yang sama dengan tumbuhan daratan, yaitu untuk menancapkan tumbuhan ke
substrat dan menyerap zat-zat hara. Karena lamun mendiami lingkungan perairan,
maka akar-akarnya tidak berperan penting dalam mengambil air (dibandingkan
dengan akar-akar tumbuhan daratan), dan zat-zat hara juga langsung diserap dari
kolom air melalui daun-daunnya. Lamun mempunyai saluran udara yang berkembang
di daun dan tangkainya, sehingga tidak menjadi masalah dalam mendapatkan
oksigen meskipun lamun berada di bawah permukaan air (Setyobudiandi dkk,
2009).
B. Klasifikasi Dan Jenis Lamun di Indonesia
Klasifikasi tumbuhan lamun yang terdapat di perairan
pantai Indonesia adalah sebagai berikut (Setyobudiandi dkk, 2009) :
Divisi : Anthophyta
Kelas :
Angiospermae
Subkelas : Monocotyledoneae
Ordo : Helobiae
Family : Hydrocharitaceae
Genus : Enhalus
Spesies : Enhalus acoroides
Genus :
Halophila
Spesies : Halophila decipiens, Halophila ovalis,
Halophila spinulosa , Halophila minor
Genus : Thalassia
Spesies : Thalassia
hemprichii
Family : Potamagetonaceae
Genus :
Cymodocea
Spesies : Cymodocea rotundata, Cymodocea serulata
Genus : Halodule
Spesies : Halodule pinifolia, Halodule uninervis
Genus :
Syringodium
Spesies : syringodium
isoetifolium
Genus :
Thalassodendron
Spesies : Thalassodendron
ciliatum
Di Indonesia sampai saat ini tercatat
ada 12 spesies lamun. Kedua belas jenis lamun ini tergolong pada 7 genus.
Ketujuh genus ini terdiri dari 3 genus dari family Hydrocharitaceae yaitu Enhalus,
Thalassia dan Halophila, dan 4 genus dari family Potamogetonaceae yaitu Syringodium,
Cymodocea, Halodule dan Thalassodendron (Nontji, 1987 dalam Fauziyah,
2004).
No
|
Jenis Lamun
|
Deskripsi
|
1
|
Cymodocea rotundata
|
Spesies pionir, dominan di daerah intertidal
|
2
|
Cymodocea serrulata
|
Tumbuh hanya di daerah yang berbatasan dengan
mangrove
|
3
|
Enhalus acoroides
|
Tumbuh di substrat pasir berlumpur
|
4
|
Halodule pinifolia
|
Spesies pionir, dominan di daerah intertidal
|
5
|
Halodule uninervis
|
Tumbuh pada rataan terumbu karang yang rusak
|
6
|
Halophila minor
|
Tumbuh pada substrat berlumpur
|
7
|
Halophila ovalis
|
Tumbuh di daerah yang intensitas cahayanya kurang
|
8
|
Halophila decipiens
|
Tumbuh pada substrat berlumpur
|
9
|
Halophila spinulosa
|
Tumbuh pada rataan terumbu karang yang rusak
|
10
|
Syringodium isoetifolium
|
Tumbuh pada substrat lumpur yang dangkal
|
11
|
Thalassia hemprichii
|
Tumbuh pada substrat pasir berlumpur dan pecahan
karang
|
12
|
Thalassodendron ciliatum
|
Tumbuh pada daerah subtidal
|
Tabel 1. Jenis-jenis lamun
yang ada di Indonesia.
Sumber : (Bengen, 2004, Dahuri,
2003 dalam Amran, 2007)
D.
Jenis-jenis Lamun di Indonesia
1. Syringodium isoetifolium
Syringodium isoetifolium memiliki bentuk daun yang silinder dan terdapat rongga udara di
dalamnya. Daun dapat mengapung di permukaan dengan mudah. Ditemukan di
Indo-Pasifik Barat di seluruh daerah tropis (Waycott et al., 2004).
Syringodium isoetifolium (Gambar 3a).
2. Halophila ovalis
Halophila ovalis
memiliki daun yang berbentuk seperti dayung dengan
pembagian yang bervariasi. Pada pinggiran daun halus. Terdapat sepasang daun
pada petiole yang muncul secara langsung dari rhizoma. Daun
kadang-kadang memiliki titik-titik merah dekat bagian tengah vein. Lamun
ini di temukan di sepanjang Indo-Pasifik Barat sampai ke daerah temperatur
Australia (Waycott et al., 2004).
Halophila ovalis (Gambar.3b)
3. Halophila spinulosa
Halophila
spinulosa memiliki struktur daun yang berpasangan
dan sejajar dalam satu tegakan. Setiap pinggiran daun bergerigi. Ditemukan di
Australis bagian utara, daerah Malaysia dan sepanjang daerah tropis (Waycott et
al., 2004).
Halophila spinulosa (Gambar.3c)
4. Halophila minor
Halophila minor memiliki daun berbentuk bulat panjang. Panjang daun 0,5-1,5 cm. Pasangan
daun dengan tegakan pendek (den Hartog, 1970).
Halophila minor (Gambar.3d)
5. Halophila decipiens
Halophila decipiens memiliki daun
yang berbentuk seperti dayung dan seluruh tepi daun bergerigi. Terdapat
sepasang petiole secara langsung dari rhizoma. Di temukan sepanjang
daerah tropis dan subtropis (Waycott et al., 2004).
Halophila decipiens (Gambar.3e)
6. Halodule pinifolia
Halodule
pinifolia merupakan species terkecil dari
genus Halodule. Bentuk daun lurus dan tipis. Biasanya pada bagian tengah
ujung daun robek. Lamun ditemukan di sepanjang Indo-Pasifik Barat di daerah
tropis dan sangat umum di daerah intertidal (den Hartog, 1970).
Halodule pinifolia(Gambar.3f)
7.
Halodule
uninervis
Halodule
uninervis memiliki ujung daun yang
berbentuk trisula dan runcing, terdiri dari 1-3 urat halus yang jelas
kelihatan, memiliki sarung serat dan rhizoma biasanya berwarna putih dengan
serat-serat berwarna hitam kecil pada nodes-nya. Lebar dan panjang daunnya
masing-masing 0.2 – 4 mm dan 5 – 25 cm. Lamun di sepanjang Indo-Pasifik barat
di daerah tropis dan sangat umum di daerah intertidal (Waycott et al.,
2004).
Halodule uninervis (Gambar.3g)
8. Thalassodendron ciliatum
Thalassodendron ciliatum memiliki daun yang berbentuk sabit. Rhizoma sangat keras dan berkayu.
Terdapat bekas-bekas goresan di antara rhizoma dan tunas. Di temukan di
Indo-Pasifik barat di seluruh daerah tropis (den Hartog, 1970).
Thalassodendron ciliatum (Gambar.3h)
9. Cymodocea rotundata
Cymodocea
rotundata memiliki kantong daun yang tertutup penuh
dengan daun muda, kadang-kadang berwarna gelap, daun biasanya muncul dari vertical
stem, ujung yang halus dan bulat. Bijinya berwarna gelap dengan punggung
yang menonjol. Lamun ini di temukan di sepanjang Indo-Pasifik Barat di daerah
tropis (Waycott et al., 2004).
Cymodocea rotundata (Gambar.3i)
10. Cymodocea serrulata
Cymodocea
serrulata memiliki daun berbentuk selempang yang
melengkung dengan bagian pangkal menyempit dan ke arah ujung agak melebar.
Ujung daun yang bergerigi memiliki warna hijau atau orange pada rhizoma
(Waycott et al., 2004).
Cymodocea serrulata (Gambar.3j)
11. Thalassia hempricii
Thalassia hempricii memiliki bentuk daun seperti selendang (strap-like) yang muncul
dari stem yang tegak lurus dan penutup penuh oleh sarung daun (leaf sheath).
Ujung daun tumpul dan bergerigi tajam. Rhizoma tebal dengan node scar yang
jelas, biasanya berbentuk segitiga dengan Ieaf sheath yang keras
(Waycott et al., 2004).
Thalassia hemprichii (Gambar.3k)
12. Enhalus acoroides
Enhalus acoroides merupakan
tanaman yang kuat, yang memiliki daun yang panjang dengan permukaan yang halus
dan memiliki rhizoma yang tebal. Terdapat bunga yang besar dari bawah daun. Lamun
ini di temukan sepanjang Indo-Pasifik barat di daerah tropis (Waycott et
al., 2004).
Enhalus acoroides (Gambar.3l)
D. Pola Sebaran Lamun
Kirkman (1985) dalam Argadi
(2003), menyatakan bahwa zonasi sebaran lamun dari pantai kearah tubir secara
umum berkesinambungan, namun bisa terdapat perbedaan pada komposisi jenisnya
(vegetasi tunggal atau campuran) maupun luas penutupannya. Tumbuhan lamun
tersebar luas pada perairan dangkal mulai dari utara, kawasan Artik, sampai ke
sebelah selatan benua Afrika dan New Zealand. Konsentrasi sebaran tumbuhan
lamun ada di daerah Indo-Pasifik dan pantai-pantai Amerika Tengah di daerah
Karibia-Pasifik (Muhamaze, 2010 dalam Tuwo, 2011).
Penyebaran padang lamun di Indonesia mencangkup
perairan Jawa, Sumatra, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan
Irian Jaya. Spesies yang dominan dan dijumpai hampir diseluruh Indonesia adalah
Thalassia hemprichii (Brouns, 1985; Hutomo et al. 1988 dalam Dahuri,
2003). Luas padang lamun di Indonesia diperkirakan 30.000 km2 (Nontji, 2010 dalam
Tuwo, 2011). Tumbuhan lamun terdiri atas 2 famili, 12 genera dengan 49
jenis. Dari 12 genera tersebut, 7 genera diantaranya hidup di perairan tropis
yaitu Enhalus, Thalassia, Thalassodendron, Halophila, Halodule, Cymodocea,
dan Syringodium (Den Hartog, 1970 dalam Tuwo, 2011).
E.
Faktor yang Berpengaruh Terhadap Keberadaan Lamun
Beberapa factor
parameter lingkungan yang mempengaruhi Kelangsungan Hidup dan Distribusi lamun
adalah :
1. kecerahan
kecerahan sangat penting sekali bagi lamun.
Tumbuhan ini biasanya tumbuh di laut yang sangat dangkal,karena membutuhkan
cahaya yang sangat banyak untuk mempertahankan populasinya. Namun pada perairan
yang jernih dapat tumbuh pada daerah yang dalam (Supriharyono, 2002). lamun dapat tumbuh pada kedalaman tidak lebih
dari 10 meter karena membutuhkan intensitas cahaya yang cukup tinggi untuk
proses fotosintetis (Dahuri dkk.,1996).
Tumbuhan ini biasanya hidup di daerah yang dangkal,namun pada perairan yang
jernih dapat tumbuh di tempat yang dalam.
2.
Suhu
Secara
geografis lamun tersebar secara luas, hal ini menunjukan bahwa terdapat kisaran
yang luas terhadap toleransi suhu, tetapi lamun di daerah tropis memiliki
kiasran toleransi yang rendah terhadap perubahan suhu. Kisaran suhu optimal bagi lamun adalah 28 –
30 ºC (Whitten dkk dalam Maweru,
2003). Dilanjutkan pula bahwa jika suhu
perairan berada di luar kisaran suhu tersebut maka kemampuan fotosintesis lamun
akan menurun tajam. Menurut Dawes (1981), bahwa suhu suatu perairan berpengaruh
besar terhadap struktur dan molekul lamun.
Umumnya lamun dapat hidup pada suhu 24ºC - 30ºC, namun ada juga spesies
yang hidup pada suhu 31ºC – 32ºC.
3.
Salinitas
Lamun mempunyai
tolerasi terhadap salinitas yang berbeda-beda, tetapi sebagian besar memiliki
kisaran antara 10 – 40 ‰. Penurunan
salinitas akan berdampak terhadap kemampuan spesies lamun dalam
berfotosintesis. Spesies lamun di daerah
tropis yang mempunyai toleransi lebih rendah tidak mampu mempertahankan
hidupnya pada salinitas yang sama dalam kondisi temperature yang tinggi (Dahuri
dkk, 1996).
4.
Substrat
Tumbuhan ini dapat
hidup pada semua tipe dasar laut mulai dari Lumpur kasar yang terdiri dari 40 %
endapan Lumpur dan Lumpur halus.
Hamparan lamun yang luas lebih sering ditemukan di substrat Lumpur
berpasir yang tebal dan halus lunak (Mann dalam
Bengen, 1999). Peranan kedalam substrat
dalam menjaga stabilitas sediment mencakup dua hal yaitu sebagai tempat
menancapkan akar, dan sebagai tempat untuk pengolahan dan pemasok nutrient
(Dahuri dkk, 1996).
5.
Faktor Lokasi
Lokasi atau daerah yang terpentung
dalam menunjang pertumbuhan lamun adalah daerah intertidal terendah dan subtidal bagian atas. Kurang lebih
75 % lamun terdapat di perairan subtidal dan meluas sampai pada zona intertidal
rendah (Kenish, 1990 dalam Datulong,
2000). Lokasi di antara daerah pasng
surut menjadi penting karena pasang surut mengalirkan transportasi
nutrient dan buangan. Selain itu irama pasut bertindak sebagai
regulator penting dari makanan, “breeding” dan fungsi lain (Dawes, 1981). Faktor lokasi juga diduga mempengaruhi
kelimpahan spesies lamun dengan keragaman yang tinggi (Fortes, 1994).
BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN
A. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada
waktu Praktek Kerja Lapangan (PKL) dapat dilihat pada Table2.di bawah ini :
Tabel 2. Alat dan Bahan yang digunakan pada saat
Melakukan
PKL
No
|
Alat / Bahan
|
Kegunaan
|
|
1.
2.
3.
4.
5
.
6.
|
Thermometer
celup
Kertas Lakmus
Kamera
Digital
Tali
Rafia
Speed
Sampel
lamun
|
Untuk
mengukur suhu
Untuk
mengukur derajat keasaman
Untuk
pengambilan gambar
Untuk
membuat transek
Sebagai
alat transportasi
Sebagai
objek / bahan yang akan diteliti
|
|
B. Metode
Pengambilan Sampel
Metode
yang digunakan untuk pengambilan sampel lamun adalah metode “belt transek”. Metode belt transek adalah salah satu metode
pengumpulan sampel yang dilakuan dengan cara menyusuri daerah yang berada dalam
transek secara acak terhadap semua sampel lamun yang ditemukan (Gerung, 2001).
C. Prosedur
Pengambilan dan Penanganan Sampel
Sebelum pengambilan
sampel, pertama-tama yang dilakukan adalah penetuan lokasi dilakukan dengan
memilih tempat yang cukup mewakili kondisi lingkungan setempat yang biasanya
dihuni oleh lamun. Cara untuk mengetahui keberadaan lamun suatu perairan yaitu
lewat observasi langsung di daerah-daerah berpotensi adanya lamun maupun
informasi dari masyarakat setempat.
Pengambilan sampel
dilakukan pada saat air surut supaya lamun dapat diambil dengan mudah. Pengambilan sampel pada tempat yang cukup
dalam sekitar 2 meter perlu dilakukan penyelaman. Setelah sampel diambil krmudian
membawanya
ke darat, lalu
sampel siap diidentifikasi (indentifikasi morfologi). Alat-alat yang dibutuhkan dalam
mengidentikasi secara morfologi yaitu : sampel lamun, kamera, kertas
buku (volio)
untuk meletakan
sampel dan dilakukan
pengambilan gambar.
C. Metode
Pengambilan Data
1. Sumber Data
Pengambilan data atau
informasi yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dari beberapa
sumber yaitu :
a. Data Primer
Data primer
adalah data dan informasi yang dikumpulkan langsung di lapangan dan wawancara
langsung dengan masyarakatsetempat dengan cara mengajukan pertanyaan terhadap
objek lamun.
b.
Data
sekunder
Data sekunder adalah data yang
diperoleh atau informasi tambahan yang diperoleh dari data-data atau referensi
yang berhubungan langsung dengan Parktek Kerja Lapangan antara lain data dari instansi terkait dan referensi lainnya.
3. Cara
Pengumpual Data.
a. Observasi
Observasi adalah
pengamatan dan pencatatan langsung di lapangan terhadap gejala-gejala yang
nampak pada objek Praktek Kerja Lapangan
b.
Studi Kepustakaan
Untuk
mendukung penelitian ini, maka penulis mencari masukan berupa teori-teori
maupun konsep-konsep yang diamati dari buku-buku yang terkait dengan
kegiatan ini.
BAB VI
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian tentang lamun di perairan
intertidal kota Jayapura dilakukan pada 1
lokasi penelitian yang diwakili oleh dua titik pengamatan. Pengamatan pada perairan Kota Jayapura terdiri dari dua titik yaitu; Fhas dan Sekitar Pemukiman.
Kota Jayapura secara geografis terletak pada 137º 27’- 141º 41’ BT dan
1º27’ – 3º 49’ LS. Secara administratif
maka Kota Jayapura berbatasan dengan :
- Sebelah Utara dengan Lautan
Pasifik
- Sebelah Selatan dengan
Distrik Depapre dan Kabupaten Keroom
- Sebelah Timur dengan Papua
New Guinea
- Sebelah Barat dengan Distrik
Depapre dan Kabupaten Jayapura.
B. Komposisi dan Klasifikasi Lamun
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada dua
titik pengamatan perairan Kota Jayapura secara keseluruhan ditemukan
jenis-jenis lamun yang dikelompokkan ke dalam 1 divisi, 1 klas, 1 subklas, 1
ordo, 2 famili, 4
genus dan 4 spesies.
Untuk lebih jelas dapat dilihat pada
Tabel 2. Jumlah
spesies pada tiap lokasi pengamatan yaitu di kampung tobati 4 spesies, dan fhas
(pasir timbul) sebanyak 4 spesies . Lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 4. Sedangkan kondisi padang lamun dapat dilihat
pada Lampiran 5.
Tabel 3. Komposisi dan Klasifikasi Lamun di Lokasi
Penelitian
No
|
Famili
|
Genus
|
Spesies
|
Lokasi
|
1.
2.
3.
4.
|
Hydrocharitaceae
Hydrocharitacea
Hydrocharitaceae
Potamagetonaceae
|
Enhalus
Thalassia
Halophila
Cymodocea
|
Enhalus acuroides
Thalassia hemprchii
Halophila ovalis
Cymodocea rotundata
|
F,
SP
F,
SP
F,
F,
|
Keterangan :
F : Fhas (Pasir
timbul)
SP : Sekitar Pemukiman
C.
Deskripsi Lamun
Deskripsi lamun yang ditemukan
kemudian diidentifikasi dengan menggunakan buku petunjuk (Den Hartog,1970) sebagai berikut :
1. Enhalus acuroides
a. Klasifikasi
Famili
: Hydrocharitaceae
Genus :
Enhalus
Spesies : Enhalus
acoroides
b.
Morfologi Enhalus
acuroides dapat dilihat pada Gambar 4a.
Gambar 4a. Enhalus acoroides
c. Ciri-ciri sebagai berikut :
- Dapat
mencapai panjang lebih dari 1 meter
- Memiliki rhizoma berdiameter > 1,5 cm yang tertanam di substrat.
- Dirhizoma menempel akar yang berdiameter 2-5
mm, panjang
lebih
15 cm. Daun sebanyak 3 atau 4 helai
berasal dari rizoma
- Helai daun linear sejajar, panjang mencapai
1 m dan lebar 1,5 cm.
- Ujung daun membulat, kadang terdapat serat
kecil yang menonjol.
- Tepi daun seluruhnya jelas, bentuk garis
tepinya melilit
- Buah berbetuk bulat telur, panjang 4 – 7 cm
dan seluruh permukaanya ditutupi tonjolan yang tidak beraturan.
2. Thalassia hemprchii
a.
Klasifikasi :
Famili : Hydrocharitaceae
Genus : Thalassia
Spesies : Thalassia
hempirchii
b. Morfologi Thalassia hemprichii dapat dilihat pada Gambar 4b.
Gambar 4b. Thalassia hemprichii
c. Ciri-ciri sebagai berikut :
- Memiliki beberapa variasi
pada panjang dan lebar daun
- Rhizomanya tebal (sampai
dengan 5 mm)
- Daun yang masih muda memiliki panjang berkisar antara 3 – 7 cm
dan berkembang dengan baik
- Pada umumnya panjang daun mencapai 40 cm dan
lebarnya berkisar antara 0,4 – 1,0 cm
dan helaian daun berbentuk pita
- Terdapat 10 – 17 tulang daun
yang membujur
- Pada helaian daun terdapat
ruji-ruji hitam yang pendek
- Ujung daun membulat dan tidak terdapat
legule.
3. Halophila ovalis
a. Klasifikasi :
Famili : Hydrocharitaceae
Genus : Halophila
Spesies : Halophila ovalis
b.
Morfologi Thalassia hemprichii dapat dilihat pada Gambar 4c.
Gambar 4c. Halophila ovalis
c. Ciri-ciri sebagai
berikut :
- Seperti tanaman lamun
“semanggi”
- Daun-daunnya mempunyai sepasang
tangkai (petiole)
- Helai-helai daun berbentuk
oval/elips, dengan panjang berkisar antara
1-4 cm dan lebar 0,5- 2,0 cm
- Daunnya mempunyai 10-25 pasang
tulang daun yang menyilang
- Bagian tepi daun halus
- Rhizomanya tipis, mudah dan
halus
- Permukaan akar berkembang baik di pangkalnya
pada setiap tunas
4. Cymodocea rotundata
a.
Klasifikasi :
Famili : Potamagetonaceae
Genus : Cymodocea
Spesies : Cymodocea
rotundata
b. Morfologi Cymodocea rotundata
dapat dilihat pada Gambar 4d.
Gambar 4d. Cymodocea rotundata
c. Ciri-ciri sebagai berikut :
-
Memiliki rhizome yang halus dan bersifat herbaceous
- Tunas pendek dan tegak lurus
pada setiap node
- Helaian daun berkembang baik,
panjang 1,5 - 5,5 cm berwarna
ungu muda. Tunas mempunyai 2-7
helai daun. Terdapat ligule
- Jika helaian daun ini lepas
atau gugur, maka akan meninggalkan
bekas goresan yang berbentuk sirkuler
(bundar) pada tunasnya.
- Panjang helai daun berkisar antara 7-15 cm
dan lebar 2-4 mm
D.
Kualitas Air
Pengukuran kualitas
air yaitu suhu, salinitas dan pH pada tiap lokasi penelitian diambil secara
insitu bersamaan dengan pengambilan sampel pada tiap lokasi penelitian. Hasil
pengukuran kualitas air dapat di lihat pada Tabel 3 berikut ini. Sedangkan alat pengukur kwalitas air yang
digunakan dalam penelitian, dapat di lihat pada Lampiran 5.
Tabel 4. Hasil Pengukuran Kualitas Air
Lokasi
|
Suhu (ºC)
|
pH
|
Fhas
Sekitar
Pemukiman
|
29
29
|
7
7
|
Berdasarkan Tabel 3 di atas terlihat bahwa hasil pengukuran suhu
permukaan air laut selama penelitian adalah 29ºC. Menurut Sumich (1992) mengatakan bahwa suhu
yang terlalu tinggi menyebabkan lamun sulit bertahan lama, salah satunya di
daerah intertidal. Selanjutnya
ditambahkan pula oleh Lobban dan Harrison (1994) bahwa suhu suatu perairan
berpengaruh besar terhadap struktur dan molekul lamun. Umumnya lamun dapat hidup pada suhu 24ºC -
30ºC, namun ada juga spesies yang hidup pada suhu 31ºC – 32ºC. Menurut Dawes (1981), mengatakan bahwa suhu
adalah salah satu faktor penting yang menentukan distribusi geografis tumbuhan
laut. Toleransi terhadap lamun terhadap
suhu berbeda-beda tergantung spesies.
Beberapa lamun yang ditemukanan di daerah intertidal dapat mentolelir
suhu yang tinggi di siang hari pada saat surut terendah. Di perairan tropis suhu air permukaan
berkisar 28 ºC – 31 ºC namun daerah
laguna dangkal pada saat air surut bisa dijumpai suhu tinngi di siang hari,
kadang – kadang dapat mencapai 35 ºC (Nontji, 1987). Dari kenyataan tersebut di atas Sehingga
dapat dikatakan bahwa suhu pada ke dua lokasi penelitian sangat baik dan berada
pada kisaran normal yang dapat memungkinkan lamun dapat hidup dan tumbuh dengan
baik.
Hasil pengukuran pH pada lokasi
penelitian adalah 7. Romimohtarto dan Juwana (2001), mengatakan bahwa pada umumnya
pH permukaan air laut di Indonesia umumnya bervariasi dari lokasi ke lokasi
antara 6,0 – 8,5. Perubahan pH dapat mempunyai akibat buruk terhadap kehidupan
biota laut. Sehingga dapat dikatakan bahwa pH pada ke dua lokasi penelitian
sangat baik dan berada pada kisaran normal yang dapat memungkinkan lamun dapat
hidup dan tumbuh dengan baik.
Komentar